Sabtu, 28 Januari 2012

TIPS MENJADI GURU PROFESSIONAL

Kiat Menjadi Guru Profesional
Saya ingin memetik sebuah falsafah Inggris yang menjadi pegangan mereka yang jaya dalam bidangnya. “Nobody plans to fail, but many fail to plan. So let us work and work aur plan”–“Seseorang yang gagal merancang tindakan, ia akan gagal pula dalam bekerja. Oleh karena itu marilah kita rancang langkah kita”.
“Jika Anda ingin tidak dilupakan orang segera setelah meninggal dunia, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau berbuatlah sesuatu yang layak diabadikan.” (Franklin)

Lewat tulisan, berbagai macam ide terdokumentasikan menjadi data otentik serta catatan sejarah proses kehidupan pada masanya. Lewat kutipan ini pula “kiat  guru  profesional” menghadap pembaca.
Mencermati berbagai model perkembangan institusi pendidikan terkini, maka terbentang masa yang menggugah nyali para pendidik untuk mengoptimalkan potensi generasi berkualitas. Guru dengan mentalitas pendidik (nurturer/educator) yang mumpuni di bidangnya, adalah tuntutan dalam dunia pendidikan.  Jadi, bukan hanya menjadi dambaan lembaga sekolah. Subyek didik pun menganggapnya sebagai ‘guru favorit’. Jika demikian halnya, lalu bagaimana untuk mewujudkannya?
Sudahkah Anda berpuas hati dengan prestasi sebagai guru? Bagaimana respon peserta didik  saat kegiatan pembelajaran berlangsung? Dan bagaimana hasil evaluasi organisasi? Apapun jawaban  yang Anda berikan, akan tetap memicu serta memacu diri, bahwa kita senantiasa perlu memperbaiki dan mengislahkan kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional) diri. Islah adalah satu konsep yang sangat ditekankan dalam Islam.
Orang beriman jika mempunyai pekerjaan, maka ia selalu mengerjakannya dengan professional dan amalnya dilaksanakan dengan tuntas. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani disebutkan bahwa “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla suka seorang hamba yang kalau dia bekerja dengan itqon (profesional, tuntas dan berstandar).”  
Tips Guru Profesional
  1. Merancang strategi pembelajaran terbaik
Hasan Basri (Abdul Rahman,1998) menyatakan bahwa: “Orang yang bekerja tanpa pengetahuan dan rencana, sama seperti orang yang berjalan meraba-raba di jalan raya yang terbentang.” Orang yang bekerja tanpa tujuan, lebih banyak merusak daripada membangun.” Program pembelajaran sangat penting dipersiapkan serta diaplikasikan sesuai kondisi di lapangan. Agar pola mengajar dapat terarah, maka perlu mencatat peristiwa harian, misalnya: tugas, ulangan, laporan, dst. Sebuah tindakan akan menghasilkan produk yang berkualitas jika  dipersiapkan secara optimal. Agar menjadi siswa terdidik dan unggul, maka perlu dibiasakan untuk merencanakan segala pekerjaan yang akan dilakukan.
Mempersiapkan faktor internal peserta didik dengan menyalakan ‘nyali’ lebih awal adalah hal yang sangat diutamakan. Sebelum menanam, lihat dulu lahannya. Menurut Rasulullah n, ada tiga  tipe. Pertama “laqiyatun” – suci dan baik mudah menerima kucuran dan limpahan air. Kedua “ajadib” – tanaman tidak bisa tumbuh, namun bermanfaat bagi yang lain. Dan  ketiga adalah “qianun” bak padang pasir.  
  1. Jernihkan visi dan peran sebagai guru
Apakah yang melatarbelakangi guru bertindak? Guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter. Strateginya? Mempraktikkan pembelajaran kolaboratif, menumbuhkan kejujuran akademis, mengembangkan sekolah sebagai komunitas belajar profesional, membangkitkan kultur kemandirian yang bertanggung jawab.  Jadi, mengedepankan perubahan paradigma sebagai guru profesional.
Pada tataran teknis guru berperan sebagai pengajar dengan tugas utama mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai peserta didik pada satuan pendidikan tertentu. Apa saja yang dipertontonkan guru kepada para siswanya adalah termasuk proses pendidikan. Mereka akan merekam sedemikian rupa  segala  peristiwa yang ada di sekelilingnya.
  1. Hakikat anak didik
Hakikat anak didik menurut al-Ghazali merupakan anak yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan serta pengarahan dari pendidik secara konsisten menuju titik yang optimal berdasarkan potensi fitrahnya. Karena kemampuan anak didik sangat ditentukan oleh usia dan perkembangannya.
Sulit menyebut siswa bodoh, yang ada adalah guru belum maksimal dalam mengajar !
Dengan proses sedemikian rupa, sesuatu yang sederhana menjadi luar biasa! Barang yang kelihatan murah akan menjadi sangat tinggi nilainya jika isi dan kemasannya hebat. Pohong (ubi kayu) misalnya, hanya barang lokal jika dikemas dengan teknologi modern bisa menjadi seribu macam produk yang bernuansa global.   
Ingat lagi kondisi peserta didik!
Refleksi! Dengan mengkaji kelemahan dan kekuatan dalam menjalankan proses pembelajaran guru berhadapan dengan subyek didik yang unik, beraneka ragam intelegensinya, kekuatan daya pikir dan nalarnya serta kecenderungannya. Multikarakter subyek didik, akan menjadikan bahan bagi guru untuk ‘menanaknya’ sedemikian rupa. Mereka sedang mengalami proses perkembangan. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bimbingan, arahan, teladan secara konsisten ke arah titik yang optimal sesuai fitrahnya.
  1. Guru sebagai apa?
Guru sebagai motivator yang mendorong siswa melakukan sesuatu. Adakalanya cukup dengan penjelasan sekedarnya, namun ada pula yang memerlukan contoh serta teladan agar mudah diikuti siswa.  
Guru harus terus menerus berintuisi serta menggali berbagai macam informasi untuk menemukan inovasi baru dengan cara mendapatkan sumber pembelajaran dari mana saja. Observasi media informasi, serta melibatkan teknologi harus terus dikembangkan.
Guru sebagai fasilitator?
Sebagai fasilitator, guru melayani, membimbing membina dengan piawai serta menghantarkan siswa ke gerbong kesuksesan. Guru selayaknya dengan ringan hati  memfasilitasi siswa untuk menunjang proses pembelajaran.
Hendaknya ia memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didik terhadap perilaku tertentu. Berikan kemandirian untuk beraktivitas secara kreatif dan inovatif. Temukan metodologi yang tepat sebagai sarana pembelajaran.
  1. Menentukan metode pembelajaran
Untuk  menentukan metode pembelajaran hendaknya guru berangkat dari masalah yang dihadapi, baik dari perspektif guru maupun subyek didik. Bagi guru misalnya, rendahnya disiplin siswa, minat belajar tidak maksimal, interaksi belajar yang tidak efektif, cara mengajar yang membosankan, partisipasi belajar rendah, atau intensitas bertanya minim. Dari siswa dapat dilihat dari partisipasi belajar menurun, meremehkan guru, atau motivasi belajar yang bergelombang/tidak konsisten.
Apapun kondisinya, guru hendaknya mengedepankan pemahaman, bahwa metode belajar siswa sekurangnya ada tiga macam jenis. Auditoris, visual, dan terakhir mekanis/kinetis. Maksudnya? Pertama, anak lebih mudah  memahami dengan uraian yang langsung ia dengar. Kedua, mereka lebih mudah menyerap materi pelajaran jika disampaikan dengan peragaan langsung/gambar atau imitasi dari tampilan objek yang sebenarnya. Selanjutnya, penjelasan dengan gerak atau ekspresi yang terhayati (gerakan sholat, seni suara, kungfu). Desain belajar bisa  di mana saja asal lingkungannya mendukung ke arah  KBM.   
  1. Menyelenggarakan program bimbingan bagi siswa yang belum tuntas
Realita membuktikan bahwa ada sebagian siswa yang lamban dalam mengapresiasi bidang studi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, guru perlu mengadakan pendekatan untuk mencari ‘api’ atau ‘gurem’ dalam sekam. Terdapat faktor intrinsik yang harus digali, selanjutnya solusi akan terkuak. Hendaknya guru pintar menyederhanakan persoalan yang rumit, sehingga mudah dimengerti oleh peserta didik.
  1. Memperhatikan adab pendidik
Berikut ini adalah adab bagi pendidik yang ideal :
1.      Memperlakukan murid bagaikan anaknya sendiri. “Sesungguhnya aku bagi kalian seperti ayah terhadap anaknya.” (R. Abu Dawud).
2.      Tidak merendahkan ilmu  lain yang bukan bidangnya.
3.      Mengamalkan ilmu. Jangan sampai perkataannya sendiri diingkari oleh perbuatannya.  
  1. Meneguhkan keyakinan kepada Allah l.
Kita tentunya lebih bermotivasi sekiranya kita sadar bahwa Allah l akan senantiasa menolong hamba-Nya dalam setiap tindakan. Sekiranya benar-benar ikhlas mengharapkan ridho-Nya. Jika hati belum ‘jinak’, sulit rasanya hidayah akan meresap. Bukankah Rasulullah  n  pernah bersabda, “Tidak (sempurna) iman di antara kamu, sehingga hawa nafsunya tunduk terhadap apa yang aku bawa”.
Kesuksesan itu berawal dari hati dan pikiran seseorang dalam memandang sesuatu. Jika internalnya positif, maka eksternalnya juga akan mengiringinya. Epictetus mengatakan, “Kita tidak terganggu oleh hal-hal di luar kita, melainkan oleh bagaimana pikiran kita dalam memandang sesuatu.” Kata kuncinya adalah, jernih dalam memandang dan cermat dalam mencatat. Sudah berulang kali terbukti bahwa pikiran negatif senantiasa menciptakan emosi negatif. EQ Tinggi = Berpikir Jernih  + Emosi sehat + Tindakan Pantas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar